Kamis, 14 April 2011

filsafat ibnu sina


BAB I
PENDAHULUAN


Dalam sejarah pemikiran filsafat abad pertengahan, sosok Ibnu Sina dalam banyak hal dapat dikatakan unik, sedangkan diantara para filosof muslim ia tidak hanya unik, tapi juga memperoleh penghargaan yang semakin tinggi hingga masa modern. Ia adalah satu-satunya filosof besar Islam yang telah berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci, suatu sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat muslim beberapa abad
Pengaruh ini terwujud bukan hanya karena ia memiliki sistem, tetapi karena sistem yang ia miliki itu menampakkan keasliannya yang menunjukkan jenis jiwa yang jenius dalam menemukan metode-metode dan alasan-alasan yang diperlukan untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni dan tradisi intelektual Hellenisme yang ia warisi dan lebih jauh lagi dalam sistem keagamaan Islam.














BAB II
PEMBAHASAN


A.      Sejarah Hidup Ibnu Sina
Ibnu Sina yang memiliki nama asli Abu Ali al-Husain bin Abdullah merupakan dokter dan filosof Islam termasyhur. Di Barat dia terkenal dengan nama Avicenna. Assy-Syaikh Ar-Rais Abu Ali al-Husain bin Abdillah bin Sina (Avicenna). Ibnu Sina dilahirkan di Afsyanah (Efshene) di Bukhara pada bulan Safar tahun 370 H atau 980 M dari ibu yang berkebangsaan Turki dan bapaknya peranakan Arab-Persi.[1]
Dia mempelajari kedokteran pada usia 16, dan tidak hanya belajar teori kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada orang sakit, melalui perhitungannya sendiri, menemukan metode-metode baru dari perawatan. Anak muda ini memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan pada usia 18 tahun dan menemukan bahwa "Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit ataupun menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya cepat memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai merawat para pasien, menggunakan obat-obat yang sesuai." Kemasyuran sang fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia merawat banyak pasien tanpa meminta bayaran.
Ibnu Sina wafat pada tahun 1037 M di Hamadan, Iran, karena penyakit maag yang kronis. Ia wafat ketika sedang mengajar di sebuah sekolah. saat itu dia sedang sakit parah tetapi tetap saja bersikeras utuk mengajar anak-anak, saat dia wafat anak-anak itu merasa beruntung sekali mempunyai kesempatan untuk bertemu Ibnu Sina untuk terakhir kalinya karena saat akan dibawa ke rumah dia sudah kehilangan nyawa dan tidak dapat ditolong.[2]

B.       Karya-Karya Ibnu Sina
Dalam dunia Islam kitab-kitab Ibnu Sina sangat terkenal, bukan saja karena kepadatan ilmunya, akan tetapi karena bahasanya yang baik dan caranya menulis sangat terang. Selain menulis dalam bahasa Arab, Ibnu Sina juga menulis dalam bahasa Persia. Buku-bukunya dalam bahasa Persia, telah diterbitkan di Teheran pada tahun 1954.
Karya-karya Ibnu Sina yang ternama dalam lapangan Filsafat adalah As-Shifa, An-Najat dan Al Isyarat. An-Najat adalah resum dari kitab As-Shifa. Al-Isyarat, dikarangkannya kemudian, untuk ilmu tasawuf. Selain dari pada itu, ia banyak menulis karangan-karangan pendek yang dinamakan Maqallah. Kebanyakan maqallah ini ditulis ketika ia memperoleh inspirasi dalam sesuatu bentuk baru dan segera dikarangnya.[3]
Buku-buku yang pernah dikarang oleh Ibnu Sina, dihimpun dalam buku besar Essai de Bibliographie Avicenna yang ditulis oleh Pater Dominician di Kairo[4] dan diantara beberapa karya Ibnu Sina ialah:[5]
  1. Qanun fi Thib (Canon of Medicine) (Terjemahan bebas: Aturan Pengobatan)
  2. Asy Syifa (terdiri dari 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan)
  3. An Nayyat (Book of Deliverence) buku tentang kebahagiaan jiwa.
  4. Al-Majmu, berbagai ilmu pengetahuan yang lengkap, di tulis saat berusia 21 tahun di Kawarazm
  5. Isaguji (The Isagoge) ilmu logika Isagoge: Bidang logika 
  6. Fi Aqsam al-Ulum al-Aqliyah (On the Divisions of the Rational Sciences) tentang pembahagian ilmu-ilmu rasional.
  7. Ilahiyyat (Ilmu ketuhanan): Bidang metafisika
  8. Fiad-Din yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi "Liber de Mineralibus" yakni tentang pemilikan (mimeral).
  9. Risalah fi Asab Huduts al-Huruf, risalah tentang sebab-sebab terjadinya huruf: Bidang sastra arab
  10. Al-Qasidah al-Aniyyah, syair-syair tentang jiwa manusia: Bidang syair dan prosa
  11. Risalah ath-Thayr, cerita seekor burung: Cerita-cerita roman fiktif
  12. Risalah as-Siyasah (Book on Politics) Buku tentang politik: Bidang politik
  13. Al Mantiq, tentang logika. Buku ini dipersembahkan untuk Abu Hasan Sahil. 
  14. Uyun Al Hikmah (10 jilid) tentang filsafat.
  15. Al Hikmah El Masyriqiyyin, tentang filsafat timur.
  16. Al Insyaf, tentang keadilan sejati.
  17. Al Isyarat Wat Tanbihat, tentang prinsip ketuhanan dan kegamaan.
  18. Sadidiya, tentang kedokteran.
  19. Danesh Nameh, tentang filsafat.
  20. Mujir. Kabir Wa Saghir, tentang dasar-dasar ilmu logika secara lengkap.
  21. Salama wa Absal, Hayy ibn Yaqzan, al-Ghurfatul Gharabiyyah (Pengasingan Barat)

C.      Pemikiran Filsafat Ibnu Sina
Di antara buku-buku dan risalah yang ditulis oleh Ibnu Sina, kitab al-Syifa’ dalam filsafat dan Al-Qanun dalam ilmu kedokteran dikenal sepanjang massa. Al-Syifa’ ditulis dalam 18 jilid yang membahas ilmu filsafat, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq al-Syifa’ saat ini dikenal sebagai buku yang paling otentik dalam ilmu mantiq Islami, sementara pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat dari kitab al-Syifa’ sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah.
Dalam ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 masehi, kitab Al-Qanun karya Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah kitab kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam.  Kitab ini pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas Eropa.
Ibnu Sina juga memiliki peran besar dalam mengembangkan berbagai bidang keilmuan. Beliau menerjemahkan karya Aqlides dan menjalankan observatorium untuk ilmu perbintangan. Dalam masalah energi, Ibnu Sina memberikan hasil penelitiannya akan masalah ruangan hampa, cahaya dan panas kepada khazanah keilmuan dunia.   
Dikatakan bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul De Conglutineation Lagibum. Dalam salah satu bab karya tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal nama gunung-gunung. Pembahasan ini sungguh menarik. Disana Ibnu Sina mengatakan, “Kemungkinan gunung tercipta karena dua penyebab. Pertama menggelembungnya kulit luar bumi dan ini terjadi lantaran goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang mencari jalan untuk mengalir. Proses mengakibatkan munculnya lembah-lembah bersama dan melahirkan penggelembungan pada permukaan bumi. Sebab sebagian permukaan bumi keras dan sebagian lagi lunak. Angin juga berperan dengan meniup sebagian dan meninggalkan sebagian pada tempatnya. Ini adalah penyebab munculnya gundukan di kulit luar bumi.” 
Ibnu Sina dengan kekuatan logikanya sehingga dalam banyak hal mengikuti teori matematika bahkan dalam kedokteran dan proses pengobatan dikenal pula sebagai filosof tak tertandingi. Menurutnya, seseorang baru diakui sebagai ilmuan, jika ia menguasai filsafat secara sempurna. Ibnu Sina sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan Aristoteles di bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh al-Farabi, filosof muslim sebelumnya.
Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting. Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham filsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.   
Berkat telaah dan studi filsafat yang dilakukan para filosof sebelumnya semisal Al-Kindi dan Farabi, Ibnu Sina berhasil menyusun sistem filsafat Islam yang terkoordinasi dengan rapi. Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah menjawab berbagai persoalan filsafat yang tak terjawab sebelumnya.[6] 
Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. Albertos Magnus, ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup antara tahun 1200-1280 Masehi adalah orang Eropa pertama yang menulis penjelasan lengkap tentang filsafat Aristoteles. Ia dikenal sebagai perintis utama pemikiran Aristoteles Kristen. Dia lah yang mengawinkan dunia Kristen dengan pemikiran Aristoteles. Dia mengenal pandangan dan pemikiran filosof besar Yunani itu dari buku-buku Ibnu Sina. Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah ringkasan dari tema-tema filosofis yang kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh para pemikir Barat.
Ibnu Sina merupakan seorang ahli geografi yang mampu menerangkan bagaimana sungai-sungai berhubungan dan berasal dari gunung-gunung dan lembah-lembah. Selain itu ia mampu mengemukakan suatu hipotesis atau teori yang pada waktu itu belum pernah terpecahakan secara tuntas oleh ahli Yunani dan Romani sejak dari Heredotus, Aristoteles sampai Protolemaious. Menurut Ibnu Sina "gunung-gunung yang memang letaknya tinggi, baik karena lingkungannya maupun karena lapisannya dari kulit bumi, maka ada kalanya ia diterjang, lalu berganti rupa dikarenakan oleh sungai-sungai yang meruntuhkan pinggiran-pinggirannya. Akibat proses semacam ini, maka terjadilah apa yang disebut lembah-lembah."
Dalam bidang geologi, kimia dan kosmologi pun tidak disangsikan lagi kemampuannya. Bahkan menurut A. M. A. Shustery, karangan Ibnu Sina mengenai ilmu pertambangan (mineral) menjadi sumber geologi di Eropa. Sedang di bidang kimia, ia juga meninggalkan penemuan-penemuan yang bermanfaat. Menurut Reuben Levy, Ibnu Sina telah menerangkan bahwa benda-benda logam sebenarnya berbeda satu dengan lainnya. Ia dianggap termasuk penerus perkembangan ilmu kimia yang telah dirintis sebelumnya oleh Jabir Ibnu Hayyan, Bapak kimia Muslim.[7]
Ibnu Sina juga telah mengembangkan ilmu psikologi dalam pengobatan dan membuat beberapa penemuan dalam ilmu yang dikenal hari ini sebagai ilmu pengobatan psikosomatics "psychosomatic medicine".
Beliau mengembangkan ilmu diagnosis melalui denyutan jantung (pulse diagnosis) untuk mengenal pasti dalam waktu beberapa detik saja ketidak seimbangan humor yang berkenaan. Diagnosis melalui denyutan jantung ini masih dipraktikkan oleh para hakim (doktor-doktor muslim) di Pakistan, Afghanistan dan Parsi yang menggunakan ilmu pengobatan Yunani. Seorang doktor dari Amerika (1981) melaporkan bahwa para hakim di Afghanistan, China, India dan Parsi menyatakan  dalam denyutan jantung sangat dirasakan bermanfaat dan efisien, karena:
·         Mengetahui denyutan kuat dan lemah
·         Waktu antara tiap denyutan
·         Kandungannya lembap di permukaan kulit dekat denyutan itu dan lain-lain.
Dari ukuran-ukuran denyutan jantung seseorang, dokter dapat mengetahui dengan tepat penyakit yang diderita di dalam tubuh penderita. Ibnu Sina menyadari kepentingan emosi dalam pemulihan. Apabila penderita mempunyai sakit jiwa misalkan berpisah dari kekasihnya, beliau mendapatkan nama dan alamat kekasihnya itu melalui cara berikut:
Caranya adalah terus menyebut banyak nama dan mengulanginya dan selama itu jarinya diletakkan diatas denyutan (pulse), apabila denyutan itu terjadi tidak teratur atau hampir-hampir berhenti, seseorang itu hendaklah mengulang proses tersebut. Dengan cara yang serupa, nama, jalan rumah dan keluarga disebutkan. Selepas itu, kata Ibnu Sina "Jika anda tidak dapat mengobati penyakitnya maka temukanlah si penderita dengan kekasihnya" (Terjemahan). Ibnu Sina adalah doktor pengobatan yang pertama mencatatkan bahawa penyakit paru-paru (plumonary tuberculosis) adalah suatu penyakit yang menular (contagious) dan dia menceritakan dengan jelas tanda-tanda penyakit kencing manis dan dampak dari penyakit kencing manis. Beliau sangat berminat dalam bidang akal (mind) dan jiwa dan beliau telah banyak menulis mengenai gangguan psikologi.
Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan, baik pada dunia pikir Arab sejak abad ke sepuluh Masehi sampai akhir abad ke 19 M, terutama pada Gundisallinus, Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger Bacon dan Dun Scot.
Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina ialah falsafatnya tentang jiwa. Sebagaimana Al-Farabi, ia juga menganut faham pancaran. Dari Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan langit pertama, demikian seterusnya sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal ke sepuluh memancar segala apa yang terdapat di bumi yang berada dibawah bulan. Akal pertama adalah malaikat tertinggi dan akal kesepuluh adalah Jibril.
Ibnu Sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat: sifat wajib wujudnya sebagai pancaran dari Allah, dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakekat dirinya atau necessary by virtual of the necessary being and possible in essence. Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek pemikiran: Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya
Dari pemikiran tentang Tuhan timbul akal-akal dari pemikiran tentang dirinya sebagai wajib wujudnya timbul jiwa-jiwa dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul di langit. Jiwa manusia sebagaimana jiwa-jiwa lain dan segala apa yang terdapat di bawah Bulan, memancar dari akal ke sepuluh.[8]
Segi-segi kejiwaan pada Ibnu Sina pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua segi yaitu:
1.        Segi fisika yang membicarakan tentang macam-macamnya jiwa (jiwa tumbuhan, jiwa hewan dan jiwa manusia). Pembahasan kebaikan-kebaikan, jiwa manusia, indera dan lain-lain dan pembahasan lain yang biasa termasuk dalam pengertian ilmu jiwa yang sebenarnya.
2.         Segi metafisika, yang membicarakan tentang wujud dan hakikat jiwa, pertalian jiwa dengan badan dan keabadian jiwa.[9]
















BAB III
PENUTUP


·         Ibnu Sina memiliki pemikiran keagamaan yang mendalam. Pemahamannya mempengaruhi pandangan filsafatnya. Ketajaman pemikirannya dan kedalaman keyakinan keagamaannya secara simultan mewarnai alam pikirannya. Ibnu Rusyd menyebutnya sebagai seorang yang agamis dalam berfilsafat, sementara al-Ghazali menjulukinya sebagai Filsuf yang terlalu banyak berfikir.
·         Ibnu Sina menghasilkan banyak pemikiran diantaranya yaitu mengenai ilmu kedokteran. Ia mempelajari tentang obat-obatan dan banyak penyakit. Ia juga seorang seniman yang menghasilkan banyak karya tulis dan sastra yang telah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa.
·         Selain itu, Ibnu Sina juga seorang pemikir yang ahli dalam bidang Geografi, geologi, kimia dan kosmologi.
·         Menurut Ibnu Sina bahwa alam ini diciptakan dengan jalan emanasi (memancar dari Tuhan). Tuhan adalah wujud pertama yang immateri dan dariNyalah memancar segala yang ada.











DAFTAR PUSTAKA


·         A. Heris Hermawan, M. Ag dan Yaya Sunarya, M. Pd, Filsafat Islam. Insan Mandiri. Bandung: 2011.
·         M. Natsir Arsyad, Ilmuan Muslim Sepanjang Sejarah. Bandung. Mizan: 1989.
·         Silfia Hanani, S. Ag., M. Si., Dialog Filsafat dengan Teologi. Bandung. Humaniora: 2004.













[1] A. Heris Hermawan, M. Ag dan Yaya Sunarya, M. Pd, Filsafat Islam. Insan Mandiri. Bandung. 2011. Hal: 45
[4]  M. Natsir Arsyad, Ilmuan Muslim Sepanjang Sejarah. Bandung. Mizan. 1989. Hal: 163
[5] Dirangkum dari buku karangan Silfia Hanani, S. Ag., M. Si., Dialog Filsafat dengan Teologi, Bandung. Humaniora. 2004. Hal:` 33-40.

[7] M. Natsir Arsyad, Ilmuan Muslim Sepanjang Sejarah. Bandung. Mizan. 1989. Hal: 167
[9] A. Heris Hermawan, M. Ag dan Yaya Sunarya, M. Pd, Filsafat Islam. Insan Mandiri. Bandung. 2011. Hal: 54


Tidak ada komentar:

Posting Komentar